Perbedaan Standar Kemiskinan Nasional dan Dunia, Endah Sefria : Kemiskinan Tersembunyi dalam Angka

OPINI

Baru-baru ini kita menyaksikan di media sosial ada seorang ibu demi menyelamatkan kebutuhan perutnya, ia rela mencuri dan kemudian diamuk massa sampai berdarah-darah.

Oleh: Endah Sefria, S.E (Aktivis Muslimah)

Perpek Media – Standar kemiskinan nasional dengan dunia bisa saja berbeda. Karena indikator standar pengukurannya pun berbeda. Bisa jadi seseorang tidak dikategorikan miskin secara nasional namun secara internasional ia masuk kategori miskin ekstrim.

Sebagian besar negara kaya menggunakan pengeluaran dan juga jumlah aset yang dimiliki dalam mengukur kemiskinan. Hal ini lebih mudah bagi negara untuk melacaknya karena bisa dilihat dari data perpajakan Inland Revenue. Sedangkan negara miskin biasanya menggunakan pengeluaran ini untuk mengukur kemiskinan. Sejauh mana ia mampu mempunyai akses untuk memenuhi kebutuhan dasar saat ini serta melihat status gizi anak, kejadian penyakit tertentu, angka harapan hidup dan juga tingkat buta huruf dan literasi.

Bahkan dari Majalah Tempo menyebutkan lebih dari separuh penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin. Per April 2025, angka kemiskinan di Indonesia berjumlah 171.91 juta jiwa.

Meskipun sebuah angka, tapi ini menunjukkan betapa pilunya rakyat Indonesia yang hidup di tengah kekayaan yang luar biasa, namun kemiskinan adalah pandangan yang lumrah kita saksikan. Daya beli masyarakat yang rendah, akses kepada air bersih yang tidak memadai. Belum lagi kita berbicara soal akses kepada pendidikan dan kesehatan yang susah terjangkau untuk wilayah bagian pedesaan.

Tentu saja kemiskinan ini berdampak pada corak kehidupan keras masyarakatnya. Lihat kriminalitas semakin merajalela. Baru-baru ini kita menyaksikan di media sosial ada seorang ibu demi menyelamatkan kebutuhan perutnya, ia rela mencuri dan kemudian diamuk massa sampai berdarah-darah. Tak sedikit mereka yang mengkonsumsi nasi aking agar perut tidak selalu keroncongan. Jangankan membeli vitamin atau buah-buahan, hanya sekedar untuk membeli beras saja itu susah.

Yang kita heran adalah kita berada di tanah yang begitu kaya raya, tambang emas kita adalah tambang emas terbesar di dunia. Bumi kita penghasil minyak bumi yang sangat banyak. Batubara, beuksit, nikel, dan lain sebagainya adalah kepunyaan kita, harusnya. Tapi ini tidak. Semua sumber kekayaan alam kita sudah diwakilkan kepemilikannya oleh para oligarki. Orang kaya yang serakah yang menguasai kepemilikan umum untuk mereka nikmati tanpa boleh disentuh oleh si miskin.

Wajar hal ini terjadi karena kita hidup dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme hanya berpihak kepada para pemilik modal dan tidak ada larangan bagi mereka untuk menguasai kepemilikan umum tersebut. Rakyat hanya mereka buat seperti sapi perah sebagai pembayar pajak yang taat untuk memenuhi belanja mereka juga. Jadi sebenarnya kejahatan mereka berlapis. Sudahlah mereka merampas kekayaan alam milik kita, ditambah mereka mencekik kita dengan berbagai macam jenis pajak. Padahal mayoritas masyarakat kita berada dalam garis kemiskinan. Bahkan untuk kebutuhan perut saja mereka harus berpikir keras untuk mendapatkannya.

Kesenjangan sosial ini sangat kentara sekali. Gaya hidup sosialita bagi orang kaya. Konsumtif, fomo, mubazir seperti perbuatan yang lumrah bagi mereka. Sedangkan kebanyakan masyarakat yang miskin harus banting tulang dari subuh hingga malam hanya demi sesuap nasi untuk keluarganya.

Kesenjangan sosial ini merupakan hasil penerapan sistem yang rusak dan merusak, yakni sistem kapitalisme. Sehingga kalau kita mau terbebas dari belenggu kerusakan dan kemiskinan ini, kita harus beralih kepada sistem yang benar. Ada satu sistem yang benar dan pasti membawa kepada kemaslahatan seluruh manusia bahkan seluruh makhluk yang ada di muka bumi, yaitu sistem Islam.

Islam dengan mekanisme yang kompleks akan menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Negara Islam melihat masyarakat skala individu dalam pemenuhan kebutuhan primernya. Baik dari segi sandang, pangan, papan serta akses kepada kesehatan dan pendidikan.

Negara Islam juga akan mempermudah masyarakatnya untuk bisa mengakses dalam pemenuhan kebutuhan sekunder atau pun tersier. Dari politik ekonomi Islam, negara menjamin kesejahteraan pada setiap individu rakyat. Dana untuk menjamin kesejahteraan itu diambil dari kepemilikan umum yang telah Allah karuniakan untuk kita.

Karena kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yakni padang rumput, air dan api. Maksudnya hutan dan segala apa yang dikandungnya, sungai dan lautan serta apa yang dikandungnya dan juga semua jenis pertambangan yang jumlahnya sangat banyak itu adalah milik umum. Harusnya negara yang mengelolanya dan kemudian hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyatnya.

Islam juga mewajibkan bekerja bagi laki-laki yang sudah aqil baligh, sehingga tidak akan kita jumpai laki-laki yang bermalas-malasan bahkan mirisnya hari ini banyak fakta tentang istri yang banting tulang demi menghidupi keluarga. Padahal harusnya itu tugas suami, bukan istri. Jika ada laki-laki yang malas bekerja, maka negara akan membinanya sehingga membentuk dirinya menjadi pribadi yang bertanggungjawab atas pondasi aqidah dalam kehidupannya.

Negara juga menjamin lapangan pekerjaan bagi para laki-laki Aqil baligh terutama untuk para suami yang memiliki kewajiban nafkah di pundaknya. Islam membolehkan seseorang menggarap tanah mati seluas yang ia mampu mengelolanya. Juga untuk tanah terlantar, negara bisa saja memberikan kepada rakyat mana yang negara anggap memerlukannya.

Begitulah gambaran singkat tentang sistem Islam, sehingga sangat mudah bagi negara Islam untuk memberantas kemiskinan. Wallahu a’lam bi shawab. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *