Serial Bidaah dan Wajah Penyimpangan Agama, Kartika Putri : Solusi Film atau Sistem?

Oleh: Kartika Putri, S.Sos (Aktivis Muslimah)

Islam menetapkan tanggung jawab menjaga akidah bukan di pundak individu atau lembaga swasta semata, apalagi rumah produksi film, tetapi merupakan kewajiban negara.

Medan, Perpek Media – Penayangan perdana serial Bidaah di Malaysia pada 6 Maret 2025 langsung mengguncang dunia hiburan, meraih lebih dari 1 miliar penayangan di berbagai platform digital, termasuk Viu. Serial ini tidak hanya menarik perhatian karena alur ceritanya, tetapi juga karena kontroversi tajam yang ditimbulkannya. Bidaah mengangkat kisah nyata dan menyentuh isu-isu keagamaan yang sensitif, sebuah langkah berani yang menuai pujian sekaligus kecaman.

Di balik sorotan dan apresiasi, serial ini justru menguak realitas pahit, penyimpangan agama memang nyata terjadi di tengah masyarakat, bahkan memiliki pengikut. Produsernya, Erma Fatimah, menyatakan bahwa tujuannya bukan untuk menghina Islam, tetapi untuk membongkar praktik-praktik sesat yang dilakukan oleh oknum yang menjadikan agama sebagai kedok. Ia menyebut isu seperti poligami yang tidak adil, pelecehan, hingga pernikahan batin menyimpang sebagai problem yang perlu disorot.

Namun, persoalannya bukan sekadar niat. Film ini dinilai sebagian pihak telah menyudutkan Islam dan menggiring opini publik untuk mencurigai ajaran agama. Tgk. Umar Rafsanjani dari Laskar Aswaja Aceh menyatakan bahwa film ini bisa menyesatkan pemahaman masyarakat dan mencoreng nama baik ulama. Kritik ini mencuat bukan semata-mata karena topik sensitif yang dibahas, tetapi karena cara penyampaiannya dinilai tidak proporsional dan tidak berpijak pada upaya edukasi yang sahih.

Pertanyaannya, apakah media hiburan seperti film memang medium yang tepat untuk menyelesaikan masalah penyimpangan agama? Apakah produser film yang seharusnya memikul beban dakwah dan pelurusan akidah umat?

Penyimpangan dalam pemahaman agama bukan hal baru. Kasus seperti Lia Eden, Islam Jamaah, Ahmadiyah, dan Gafatar menjadi bukti bahwa kesesatan bisa menyebar luas jika tidak diawasi dan ditindak secara serius. Sayangnya, dalam sistem sekuler-liberal hari ini, negara lebih sibuk menjunjung tinggi kebebasan individu daripada menjaga kemurnian akidah umat. Alhasil, penyimpangan demi penyimpangan dibiarkan tumbuh subur atas nama hak asasi manusia.

Padahal, Islam menetapkan tanggung jawab menjaga akidah bukan di pundak individu atau lembaga swasta semata, apalagi rumah produksi film, tetapi merupakan kewajiban negara. Negara seharusnya menjadi pelindung umat dari segala bentuk penyimpangan, dengan menerapkan mekanisme hisbah (pengawasan moral), penegakan hukum syariat, dan pendidikan Islam yang sahih.

Rasulullah Saw. bersabda:
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara; jika kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah Rasul-Nya.” (h.r. Malik)

Hadis ini menegaskan bahwa kebenaran tidak akan terwujud kecuali dengan berpegang pada wahyu. Dan dalam sejarah Islam, Rasulullah Saw. telah mencontohkan bagaimana negara Islam dibangun sebagai institusi yang menjaga kesucian akidah umat. Ketika terjadi penyimpangan, maka negara turun tangan secara langsung, bukan menyerahkan penyelesaiannya kepada pasar bebas opini publik.

Setelah wafatnya Rasulullah, maraknya penyimpangan menjadi konsekuensi dari ditinggalkannya sistem Islam. Negara yang hari ini berlandaskan sekularisme tak mampu, dan memang tak mau, mencegah penyebaran kesesatan. Mereka memosisikan agama hanya di ruang privat, bukan sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara.

Oleh karena itu, tugas untuk memurnikan ajaran Islam bukanlah tanggung jawab sineas atau produser film, tetapi tanggung jawab negara yang menjadikan Islam sebagai sumber hukum dan pijakan kehidupan. Dalam sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh, setiap potensi penyimpangan akan dihadapi dengan cara yang benar, ilmiah, tegas, dan menyeluruh.

Maka pertanyaannya, sampai kapan kita akan mempercayakan penyelesaian krisis umat kepada industri hiburan? Sudah saatnya kita menuntut hadirnya sistem yang mampu melindungi akidah dan memelihara umat dari arus penyimpangan. Islam memiliki aturan yang lengkap dan solusi yang komprehensif. Sekarang, tinggal umat yang memilih, tetap terbuai dengan solusi parsial atau bangkit memperjuangkan Islam sebagai sistem yang menaungi seluruh aspek kehidupan, Wallahualam bissawab. ***

One thought on “Serial Bidaah dan Wajah Penyimpangan Agama, Kartika Putri : Solusi Film atau Sistem?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *